- Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab
umat Islam di seluruh dunia. Bukan hanya sekedar kumpulan lembaran-lembaran
yang dibaca dan mendapatkan pahala dengan membacanya. Namun lebih dari itu,
Al-Qur’an merupakan mukjizat sepanjang masa, bahkan Al-Qur’an akan memberikan
hujjah dan menjadi penolong di hari perhitungan amal. Di dalam Al-Qur’an
terdapat kandungan pengetahuan yang begitu banyak, baik yang tersurat ataupun
yang masih tersirat.
Untuk mengetahui berbagai makna dan hikmah yang terkandung dalam Al-Qur’an,
perlu dilakukan penafsiran tentang ayat-ayatnya, yang semua itu terdapat dalam
ilmu tafsir. Ilmu tafsir merupakan salah satu dari ilmu-ilmu Qur’an yang
mencakup berbagai disiplin ilmu. Dalam ilmu tafsir, terdapat berbagai
pendekatan, diantaranya mencakup balaghoh, nahwu, shorof, asbab nuzul,
munasabah, hadits, tarikh, dan lain sebagainya.
Makalah ini akan membahas salah
satu metode dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya ayat tentang
pendidikan, yaitu metode munasabah. Pengetahuan mengenai munasabah menjadi
penting untuk diperhatikan. Munasabah dalam Al-Qur’an menunjukkan kesatuan
makna yang utuh dan komprehensif.
- Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Munasabah ?
2.
Bagaimana Aplikasi Ilmu Munasabah dalam Kegiatan Belajar
Mengajar ?
A.
Pengertian Munasabah
Secara bahasa,
munasabah berasal dari bahasa Arab yang mengandung pengertian kesesuaian,
kedekatan, hubungan atau korelasi. Jika dikatakan Ahmad yunasibu dengan Zaid
maka maksudnya adalah bahwa Ahmad menyerupai Zaid dalam bentk fisik dan sifat.
Jika keduanya munasabah dalam pengertian saling terkait, maka namanya kerabat (qarabah).
Sedangakn menurut Imam Al-syuyuti munasabah yaitu al-Musyakalah (keserupaan)
dan al-Muqarabah (kedekatan).
Pendapat ulama
mengenai arti munasabah sangat bermacam-macam, seperti Imam al-Ama'i
mendefinisikan munasabah dengan pertalian antara dua hal dalam aspek apapun dan
dari berbagai aspeknya. Manna' al-Qaththan mengartikan munasabah dengan adanya
aspek hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, atau
antara satu ayat dengan ayat lain dalam himpunan beberapa ayat, ataupun
hubungan surat satu dengan surat yang lain. Az-Zarkasyi mengartikan munasabah
adalah suatu hal yang dapat dipahami tatkala dihadapkan terhadap akal, pasti
akal itu akan menerimanya. Ibnu al-Arabi mengatakan, munasabah adalah
keterkaitan ayat-ayat al-Qur'an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan
yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi, karena munasabah
merupakan ilmu yang sangat agung. Al-Biqa'i mengartikan munasabah adalah suatu
ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan-susunan atau urutan
bagian-bagian al-Qur'an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat. Menurut
M. Quraish Shihab adalah ilmu mengenai keserasian hubungan bagian-bagian al-Qur'an
pola-pola atau tali-temali yang menghubungkan antar bagian-bagian tersebut
adakalanya dari pertanyaan atau kesan yang timbul akibat uraian yang lalu,
penjelasan tambahan, contoh, pengecualian, hal yang bisa dimunculkan oleh benak
mufassir.
Ulama-ulama al-Qur'an
menggunakan kata munasabah untuk dua makna. Pertama, hubungan kedekatan
antara ayat atau kumpulan ayat-ayat al-Qur'an satu dengan lainnya. Kedua,
hubungan makna satu ayat dengan ayat lain, misalnya pengkhususannya, atau
penetapan syarat terhadap ayat lain yang tidak bersayarat, dan lain-lain.
Teori munasabah Al
Qur’an pertama kali diperkenalkan oleh Al-Imam Abu Bakr an-Naisaburi (w. 309
H.) pada awal abad keempat Hijriyyah yang berangkat dari keyakinan bahwa tartib
mushhaf ‘Utsmani bersifat tauqifi dan tanpa ada unsur ijtihad di
dalamnya.
B.
Macam-macam Munasabah
a.
Sifat
Dilihat dari sisi sifatnya, menurut Chaerudji A. Chalik,
munasabah terbagi menjadi dua bagian, yaitu Zahir al-Irtibat dan Khafi
al-Irtibat. Zahir al-Irtibath, yang artinya munasabah ini terjadi
karena bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat
disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang, ayat yang
satu berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian, atau
pembatas dengan ayat yang lain. Sehingga semua ayat menjadi satu kesatuan
yang utuh dan tidak terpisahkan. Selanjutnya, Khafi al-Irtibath, artinya munasabah ini terjadi
karena antara bagian-bagian al-Qur’an tidak ada kesesuaian, sehingga
tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, bahkan tampak
masing-masing ayat berdiri sendiri, baik karena ayat yang dihubungkan dengan
ayat lain maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Hal
tersebut tampak dalam 2 model, yakni, hubungan yang ditandai dengan
huruf ‘athaf.
b.
Letak
a)
Munasabah antara surat. Maksudnya, adanya hubungan makna
ini dari suatu surat dengan surat sesudahnya. Letak hubungan ini ada tiga
macam, yakni munasabah antar nama surat, munasabah antara akhir surat dengan
awal surat berikutnya, dan munasabah antar surat yang berdampingan.
b)
Munasabah antara ayat. Maksudnya ada keserasian antar
ayat-ayat yang berdekatan atau antar bagian-bagian dalam satu ayat. Bagian ini
mencangkup enam macam, yaitu: munasabah antara awal suatu surat dengan
akhirnya, munasabah antar fawatihussuwar dengan kandungan suratnya, munasabah
antar kandungan pokok suatu surat dengan ayat bagian akhir surat itu sendiri,
munasabah antar satu kelompok dengan kelompok yang ada disampingnya, munasabah
antar bagian suatu ayat, dan munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan .
c.
Bentuk
Adapun menurut bentuknya, khususnya munasabah antar
bagian-bagian ayat secara garis besarnya terbagi menjadi dua macam.
a)
Munasabah yang jals. Menurut al-Zarkasyi bentuk munasabah
ini meliputi dua bagian, yaitu pertama munasabah dengan bentuk ta'kid
maksudnya, apabila salah satu ayat atau bagian suatu ayat memperkuat makna atau
bagian ayat yang terletak di sampingnya. Kedua munasabah dengan bentuk
tafsir, ayat atau bagian ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat
berikutnya.
b)
Munasabah yang berbentuk tsamar. Munasabah ini tetbagi
menjadi tiga macam, yaitu: Pertama, bentuk mudoddah yaitu antara bagian
masing-masing ayat yang memiliki makna sebaliknya. Seperti surat al-Baawarah
ayat 6 pada ayat itu menerangkan tentang al-Qur'an, orang beriman, dan bertakwa
sebagi keuntungan mereka. Karenanya ayat tersebut berkaitan dengan orang kafir
sebagai makna lawannya. Kedua, bentuk istidrad, yaitu bila suatu ayat atau
bagian tertentu dengan berikutnya mengandung makna yang menyimpang, tetapi pada
akhir ayat tersebut kembali pada tujun semula. Ketiga, munasabah dengan
bentuk takhalus, yaitu apabila suatu ayat atau bagiannya mengarah kepada makna
yang lain.
C.
Fungsi Ilmu Munasabah
Menurut Imam
az-Zamakhsyari, kegunaan ilmu ini adalah menjadikan bagian-bagian kalam saling
berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti bangunan yang kokoh yang
bagian-bagiannya tersusun harmonis. Sedangkan menurut Badruddin Muhamamd az-Zarkasyi
dalam al-Burhan menuliskan bahwa manfaat ilmu munasabah al-Qur'an antara lain
adalah menjadikan sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian yang lain,
sehingga hubungannya menjadi kuat, susunannya menjadi kokoh dan berkesuaian
bagian-bagiannya, laksana sebuah bangunan yang sangat kokoh.
Ilmu munasabah
dapat menjadi alat peminimalisir pendekatan atomistik. Karena akibat dari
pendekatan atomistik ini acap kali umat terjebak pada penetapan hukum yang
diambil atau didasarkan dari ayat-ayat yang tidak dimaksudkan sebagai hukum.
Ilmu munasabah merelevansikan pemahaman atas isi kandungan al-Qur'an. Karena
ilmu ini dapet berperan mengganti ilmu asbab al-nuzul, apabila kita
tidak mengetahui sebab turunnya suatu ayat.
Sedangkan menurut
penulis, ilmu ini sangat bermanfaat, karena dengan ilmu ini kita dapat memahami
hubungan antar makna, hubungan antar surat, keindahan bahasa dan masih banyak
lagi fungsi-fungsi yang lain.
D.
Munasabah Ayat Pendidikan
1.
Ayat Pendidikan
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (Maksudnya: Allah
mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca), Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
2.
Asbabun Nuzul
Surat al-‘Alaq yang terdiri dari 19 ayat
ini tergolong surat Makkiyah. Hubungannya dengan surat sebelumnya (yaitu surat
at-Tiin) adalah bahwa pada surat sebelumnya itu dibicarakan tentang penciptaan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sedangkan dalam surat al-‘Alaq ini dibicarakan tentang penciptaan manusia
dari al-Alaq hingga nasibnya diakhirat nanti. Dengan demikian surat al-Alaq ini
seperti penjelasan dan keterangan terhadap keterangan terdahulu.
Adapun sejarah
mengenai surat al-Alaq ayat 1-5 sebagai berikut. Disebutkan dalam
hadits-hadits shahih, bahwa Nabi saw.
mendatangi gua Hira’ (Hira’ adalah nama sebuah gunung di Makkah) untuk tujuan
beribadah selama beberapa hari. Beliau kembali kepada Istrinya Siti Khadijah
untuk mengambil bekal secukupnya. Hingga pada suatu hari di dalam gua beliau
dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa wahyu ilahi. Malaikat berkata
kepadanya, bacalah! beliau menjawab, saya tidak bisa membaca. Perawai
mengatakan, bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang Nabi dan
menekan-nekannya hingga Nabi kepayahan, dan setelah itu dilepaskan. Malaikat
berkata lagi kepadanya, Bacalah! Nabi menjawab, saya tidak bisa membaca. Perawi
mengatakan bahwa untuk ketiga kalinya melaikat memegang Nabi dan
menekan-nekannya hingga beliau kepayahan. Setelah itu barulah Nabi mengucapkan
apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu surat Al-‘Alaq ayat 1-5.
Para perawi hadist mengatakan, bahwa
Nabi saw.
kembali ke rumah Khadijah dalam keadaan gemetar seraya mengatakan, selimutilah
aku, selimutilah aku. Kemudian mereka menyelimuti beliau hingga rasa takut
beliau pun hilang. Setelah itu beliau menceritakan semuanya kepada Khadijah.
Lalu beliau berkata aku merasa khawatir terhadap diriku. Khadijah menjawab,
jangan, bergembiralah! Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah orang yang
menyambungkan silaturrahmi, benar dalam berkata, menanggung beban, gemar
menyuguhi tamu dan gemar menolong orang yang tertimpa bencana.
Kemudian khadijah
mengajak beliau menemui Waraqah ibnu Naufal ibnu ‘Abdil ‘Uzza (anak paman
Khadijah). Beliau adalah pemeluk agama Nasrani di zaman
jahiliyah, pandai menulis Arab dan menguasai Bahasa ibrani, serta pernah
menulis Injil dalam bahasa Arab dari bahasa aslinya, Ibrani. Beliau seorang
yang sudah lanjut usia, dan buta kedua matanya. Khadijah berkata kepadanya, hai
anak paman! Dengarkanlah apa yang dikatakan anak saudaramu ini. Waraqah
bertanya kepada Nabi, wahai anak saudaraku, apakah yang engkau saksikan?.
Kemudian Nabi saw menceritakan apa yang dialaminya kepadanya. Warawah berkata,
Malaikat Namus (pakar ahli yang pandai) inilah yang pernah datang kepada Nabi
isa. Jika saja aku masih kuat, dan jika saja aku masih hidup tatkala kaummu
mengusirmu. Rasulullah saw.
bertanya, ya, tidak seorang pun datang membawa apa yang kau bawa, melainkan ia
akan dimusuhi. Jika aku masih hidup dimasa itu, aku akan menolongmu sekuat
tenaga. Tetapi tidak lama kemudian ia wafat. Hadist ini diriwayakan oleh Imam
Ahmad, Bukhari, dan Muslim.
Berdasarkan hadits tersebut dapat
disimpulakn bahwa permulaan surah ini merupakan awal ayat-ayat al-Qur’an
diturunkan. Dan merupakan Allah pertama yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya,
serta khittab pertama ditujukan kepada Rasulullah saw.
3.
Tafsir Ayat
اقر بسم ربك الذى خلق : Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan
kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau (Muhammad) tidak
pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Illahi
agar beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah
kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya.
خلق
الانسان من علق : Al-Alaq
(segumpal darah), sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga
menjadi Makhluknya yang paling mulia, ia menciptakan dari segumpal darah
('Alaq). Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai
alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan
umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang menciptakan manusia, mampu menjadikan
manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi saw.
bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
اقراء : Perintah ini
di ulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan
setelah di ulang-ulang dan dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah Ilahi sama berpengertian sama dengan berulang-ulangnya membaca. Dengan demikian maka
membaca itu merupakan bakat Nabi saw.
وربك الاكرم : Tuhanmu maha pemurah kepada orang yang
memohon pemberian-Nya. Baginya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca
kepadamu berkat kemurahan-Nya.
الذى علم بالقام : Yang menjadikan pena
sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia, sekalipun letaknya saling
berjauhan. Dan ia tak ubahnya lisan yang bicara. Qalam atau pena, adalah benda
mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh karena itu Zat yang
menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi sesungguhnya tidak ada
kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu (Muhammad) bisa membaca dan memberi
penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau manusia yang sempurna.
علم الانسان ما لم
يعلم : Sesungguhnya
Zat yang memerintahkan Rasul-Nya membaca. Dia lah yang mengajarkan berbagai
ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk
lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengeherankan jika ia
mengajarimu (Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca,
sedangkan engkau memiliki bakat untuk
menerimanya.
E.
Nilai Pendidikan dalam Munasabah Surat al-Alaq Ayat 1-5
Metodologi
pembelajaran pendidikan Islam mempunyai tugas dan fungsi memberikan jalan atau
cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan
Islam. Pelaksanaannya berada dalam ruang lingkup proses kependidikan yang
berada dalam suatu sistem dan struktur kelembagaan yang diciptakan untuk tujuan
pendidikan Islam.
Metodologi
pembelajaran pendidikan Islam dalam penerapannya banyak yang bersumber pada
Al-Qur'an dan Hadits. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran
pendidikan Islam seharusnya berpedoman pada metodologi yang telah digariskan
oleh Al-Qur'an dan Hadits.
Diantara
metodologi yang ada di dalam Al-Qur'an adalah metode pembiasaan dan pengamalan
serta metode mau'idzah yang terdapat dalam Surat Al-'Alaq Ayat 1-5. Kedua
metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran pendidikan Islam.
Para
psikolog telah banyak membicarakan tentang teori belajar, antara lain
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh ahli skolastik, bahwa belajar adalah
mengulang-ulang bahan yang akan dipelajari. Golongan kontra reformasi mengemukakan
bahwa pokok atau induk belajar ialah "mengulangi". Ahli psikologi
daya yang meninjau daya-daya yang dimiliki oleh jiwa mengatakan bahwa melatih
jiwa sama dengan melatih jasmani, yaitu dengan melakukannya secara
berulang-ulang. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa, belajar adalah
pengulangan.
Jadi, metode
pembiasaan dan pengamalan merupakan metode yang amat penting dan sangat relevan
dengan kondisi psikologis manusia, dan sangat relevan dalam pembelajaran
pendidikan Islam sampai kapanpun.
Sedangkan
metode mau'idzah yang terdapat dalam Surat Al-'Alaq Ayat 1-5 juga merupakan
suatu metode yang amat penting dalam pembelajaran pendidikan Islam, sehingga
metode ini diturunkan pada periode awal dari urutan turunnya ayat-ayat
Al-Qur'an. Selain itu, mauidzah tidak hanya ditujukan kepada umatnya saja,
tetapi Nabi pun diberi mau'idzah meskipun beliau sudah jelas tunduk dan patuh
terhadap perintah Allah.
Dengan
demikian, kedua metode yang tercantum dalam Surat Al-'Alaq Ayat 1-5, yaitu
metode pembiasaan dan pengamalan serta
metode mau'idzah tetap sangat relevan untuk digunakan dalam pembelajaran
pendidikan Islam.
F.
Pesan Moral dari Surat al-Alaq Ayat 1-5
Perintah membaca, menelaah, menyampaikan, meneliti
dan sebagainya, dikaitkan dengan keharusan menyebut nama Tuhan (bismi rabbika). Pengertian ini merupakan
syarat mutlak sehingga menuntut si pembaca bukan sekadar melakukan bacaan
dengan ikhlas, tetapi juga antara lain dapat memilih bacaan-bacaan yang tidak
mengantarkannya kepada hal-hal yang tidak bertentangan dengan nama Allah itu.
Mengapa harus dengan kata “Rabb,” dan tidak dengan kata “Allah” yang merupakan
esensi Tuhan sebagaimana dalam Basmalah. Padahal kata “Allah” lebih Agung dan
lebih Mulia? Karena, pertama, ayat ini merupakan ayat perintah beribadah dan
penggunaan kata “Rabb” yang sesungguhnya adalah perbuatan Tuhan, akan lebih
mendorong jiwa si penerima perintah untuk melaksanakannya. Kedua, karena surat
ini merupakan surat yang pertama kali diterima oleh Nabi, maka penggunaan kata
“Rabb” dimaksudkan agar Nabi tidak merasa kaget.
Perintah
membaca dalam surat ini terulang dua kali, yaitu pada ayat pertama dan pada
ayat ketiga. Telah dikemukakan, bahwa perintah membaca pada ayat pertama
berkaitan dengan syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika membaca. Maka
perintah membaca pada ayat ketiga berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dari
hasil bacaan tersebut. Hal ini dapat dipahami dari ayat selanjutnya (keempat)
bahwa dari kerja membaca itu seseorang akan memperoleh ilmu pengetahuan.
“Allama bil Qalam,” yang dimaksud al-Qalam, menurut sebagian ulama Tafsir, adalah “al-Kitabah,” dan penggunaan kata
tersebut sebagai kinayah. Tetapi,
menurut kebanyakan Mufassirin Kontemporer, al-Qalam
adalah segala macam alat tulis menulis dari mulai yang sederhana sampai kepada
mesin-mesin tulis dan cetak yang canggih, dan ia bukan merupakan satu-satunya
alat atau cara untuk membaca atau memperoleh pengetahuan.
G.
Kontekstualisasi Ayat
Teknologi
memudahkan banyak orang untuk menyampaikan informasi. Baik berupa gambar, suara,
maupun tulisan. Sayangnya, tak semua informasi bisa diterima mentah-mentah. Ada
yang berita fakta, tetapi tak sedikit pula ada rekayasa didalamnya.
Menyampaikan
pesan kepada banyak orang dengan tujuan baik, tentu boleh-boleh saja. Tetapi
bagaimana jika pesan yang disampaikan adalah berita hoax alias berita palsu?
Tentu ini sangat berbahaya, terutama jika menyangkut orang banyak. Fenomena
yang terjadi belakangan ini adalah banyaknya berita yang tersebar di media
sosial sebagai hasil share oleh
banyak orang yang mana mereka belum mengetahui validitas berita yang mereka
bagikan tersebut. Padahal bisa jadi informasi tersebut adalah hoax yang memang
sengaja dibuat dengan tujuan yang beragam, seperti popularitas, mengadu domba,
mendapatkan keuntungan finansial dan lain sebagainya.
Menurut QS.
Al-'Alaq Ayat 1-5, Allah menganjurkan kepada kita untuk membaca, menelaah,
menyampaikan dan meneliti semua informasi atau berita yang kita dapatkan, tidak
serta merta membagikan informasi yang kita dapatkan kepada masyarakat luas yang
belum kita ketahui kebenaran berita tersebut. Mengkonfirmasi informasi dan
berita yang kita dapatkan menjadi hal yang urgent. Misalnya berita tentang
kesehatan, alangkah bijaknya apabila kita menanyakan berita tersebut kepada
dokter yang tentunya memiliki kapabilitas untuk mengkonfirmasi apakah berita
tersebut benar atau hanya berita bohong.
Salah satu
tujuan dari ayat-ayat tersebut adalah agar kita tidak malas berfikir dan
mencari kebenaran dari informasi yang kadang langsung kita telan mentah-mentah
tanpa kita cek terlebih dahulu kebenarannya. Padahal informasi palsu (hoax)
banyak sekali beredar di sekitar kita. Kehebohan rumor beras plastik misalnya,
merupakan salah satu contoh kemalasan kita untuk berpikir. Tujuan lainnya yaitu
agar kita menjadi individu yang obyektif. Sebagai contoh pemilu presiden di
Indonesia tidak hanya jadi ajang obral janji, tetapi juga perang fitnah.
Masing-masing pendukung calon saling serang di media sosial dengan menghalalkan
segala cara, termasuk dengan membuat artikel palsu atau memanipulasi berita.
Mereka tidak akan segan untuk membagikan berita yang mendukung kubu mereka dan
menyudutkan kubu lawan meskipun itu berita palsu, meskipun pemilu sudah lama
berlalu, sampai saat ini masih banyak barisan pendukung yang berperang opini
dan tak jarang data-data palsu digunakan untuk menyerang kubu yang
berseberangan. Dibandingkan dengan alasan-alasan sebelumnya, alasan ini paling
bisa diterima dengan akal sehat, yaitu menciptakan panic moment. Pada kondisi
darurat dan panik, orang cenderung menonjolkan emosi dibandingkan akalnya. Hal
dapat kita saksikan saat terjadi kasus bom Thamrin beberapa waktu lalu. Beredar
informasi palsu mengenai lokasi ledakan yang katanya menyebar sampai ke
Palmerah dan Alam Sutera, Tangerang.
Informasi dengan cepat menyebar karena hampir semua orang yang menerima akan
segera meneruskan dan membagikannya tanpa mengecek kebenarannya terlebih
dahulu, baik melalui medsos maupun broadcast message.
Sebagai
muslim, tentunya kita dianjurkan mengikuti perintah dan menjauhi larangan yang
tertulis di kitab suci Al-Qur’an. Dalam QS. Al-'Alaq Ayat 1-5 kita dianjurkan
membaca dan menelaah semua berita dan informasi yang kita dapatkan sebelum
dibagikan dan akhirnya dibaca oleh masyarakat luas. Karena jika kita membagikan
berita palsu, secara tidak langsung kita juga menyebarkan kebohongan. Maka dari
itu, agar tidak menjadi dosa massal, alangkah baiknya jika kita mencari
kebenaran suatu berita yang salah satunya dengan bertanya kepada orang yang
memiliki kompetensi maupun kredibilitas tentang benar atau tidaknya berita
tersebut.
H.
Kesimpulan
Ilmu
munasabah yang merupakan hal baru dalam cabang ulumul Qur’an, telah mendapatkan
perhatian khusus dikalangan para ulama. Sebab dengan ilmu ini akan dapat
diusahakan sebagai ilmu pencarian korelasi dan hubungan baik antar kata, ayat,
maupun surat dalam al-Qur’an. Hal ini bertujuan agar lebih bisa memahami
al-Qur’an tersebut secara utuh dan menyeluruh terutama dalam penafsirannya.
Konsep ilmu
munasabah, memberikan nilai khusus bagi pendidikan. Terutama pada segi
pelaksanaan pendidikan mulai dari kurikulum, materi ajar, dan proses
pembelajaran sampai pada evaluasi, yang harus mempunyai keterkaitan dan
kesesuaian antara unsur yang satu terhadap unsur yang lain.
Dalam QS.
Al-'Alaq Ayat 1-5 kita dianjurkan membaca, menelaah, menyampaikan, meneliti
semua berita dan informasi yang kita dapat sebelum membagikannya dan akhirnya
dibaca oleh masyarakat luas. Karena jika kita membagikan berita palsu, secara
tidak langsung kita juga menyebarkan kebohongan. Maka dari itu, agar tidak
menjadi dosa massal, alangkah baiknya jika kita mencari kebenaran suatu berita
yang salah satunya dengan bertanya kepada orang yang memiliki kompetensi maupun
kredibilitas tentang benar atau tidaknya berita tersebut.
Daftar Pustaka
Ansori, Ari.
"Corak Tafkhim al-Qur'an dengan Metode Manhaji", Profetika,
Jurnal Studi Islam, vol. 16, No. 1, Juni 2015.
Anwar, Rosihan.
Ulum al-Qur'an. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Arif, Armai. Pengantar
Ilmu dan Metodologi Agama Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Baidan,
Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Biqa'i,
Burhanuddin al. Nazham ad-Duraffi Tanasub al-Ayat wa as-Suwar,
Jilid 1. India: Majlis Dairah al-Ma'rif, 1969.
Hermawan, Acep. Ulumul Qur'an. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Maraghi, Ahmad
Mustafa al. Tafsir al-Maraghi, juz 3. Mesir: Matba'ah Mustafa al-Babiy
al-Halabi, 1964.
Qaththan, Maana'
al. Mabahis fi Ulum al-Qur'an. Beirut: Mansyurat al-Ashr al-Hadis, 1973.
Rahmawati, Anis. Munasabah Dalam Tafsir Al-Misbah
Karya M. Quraish Shihab. Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin, 2003.
Supriyanto,
John."Munasabah al-Qur'an: Studi Korelatif Antar Surat Bacaan
Shalat-Shalat Nabi", Intizar, Vol. 19, No. 1, 2013.
Yusuf HM, Mohd. "Munasabah Dalam Al-Qur'an (Suatu
Kajian Tentang I'jaz Al-Qur'an)", Tajdid, Vol. XI, No. 2, 2012.
Zarkasi, Badr
ad-Din Muhammad bin Abdullah az. Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an, jilid 1.
Qahirah: Maktabah dar al-Turast, 1984.
Zuhdi,
Masjfuk. Pengantar Ulumul Quran, cet ke-4. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar