Wujuh dan Nadhair

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu  Allah  yang Qodim dan shohih likulli zaman wa makan. al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar nabi Muhammad SAW yang hingga saat ini masih bisa kita rasakan.  selain itu, al-Qur’an merupakan sumber hukum  pertama untuk menetapkan dalil.
            salah satu bentuk kemukjizatan al-Qur’an ialah kemukjizatan dalam bentuk kebahasaan  sastranya yang begitu tinggi. dalam pembahasan kali ini, pemakalah akan sedikit memaparkan mukjizat kebahasaan dalam hal wujuh dan nadhair nya. Dalam al-Qur’an sering ditemukan pengulangan-pengulangan kata, namun  terkadang makna tersebut berbeda dengan pengulangan di tempat sebelumnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      apa yang dimaksud dengan wujuh dan nadhair?
2.      bagaimana bentuk wujuh dan nadhair dalam al-Qur’an?
3.      bagaimana wujuh dan nadhair dalam fenomena kewahyuan dan kebahasaan?

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Wujuh dan Nazair

Ilmu wujuh nazair adalah ilmu yang membahas kata–kata dalam al Qur’an yang mempunyai banyak arti dan makna yang maksud dalam satu ayat. Wujuh adalah lafal yang digunakan untuk beberapa makna. Dan nadzair adalah lafal yang berhampirab maknanya.
Selain pengertian diatas banyak pula ulama yang mendefinisikan tentang wujuh dan nadzair salah satunya adalah pendapat dari az Zarkasi dan Ibnu Jauzi.
Az Zarkasi dalam kitab al Burhan fil ulumil qur’an, mengemukakan bahwa wujuh adalah suatu lafal yang memiliki makna ganda yang digunakan dalam beberapa makananya tang beragam. Sedangkan nadzair adalah lafal yang mempunyai suatu makna tertentu yang tetap sekalipun digunakan dalam berbagai tempat.
Ibnu Jauzi mendefinisikan al-wujuh wa al-nazhair, sebagaimana dikutip oleh Salwa Muhammad, sebagai: “Adanya suatu kata yang disebutkan dalam tempat tertentu dalam Alquran dengan suatu lafaz dan harkat tertentu, dan dimaksudkan untuk makna yang berbeda dengan tempat lainnya. Maka, kata yang disebutkan pada suatu tempat, sama dengan yang disebutkan pada tempat lainnya. Dan penafsiran makna setiap katanya berbeda pada setiap tempatnya disebut wujuh, Jadi nazhair sebutan untuk lafaz dan nazhair sebutan untuk makna yang beragam.”
Wujuh adalah lafaz musytarak yang digunakan dalam beberapa ragam maknanya, seperti lafaz ‘ummah’. Dan nazhair adalah seperti lafaz-lafaz yang bersesuaian (alfaz al-mutawathi’ah).
Dari berbagai pendapat ulama mengenai pengertian wujuh nadzair maka penulis menyimpulkan bahwa wujuh adalah suatu lafal yang mempunyai arti berbeda pada waktu tertentu. Sedangkan nadzair adalah suatu lafal yang hanya mempunyai satu makna yang sudah melekat pada kata tersebut.

B.     Wujuh Nadzair dalam Al – Qur’an
1)      Ragam Wujuh dalam Al – qur’an
Dalam Al – qur’an banyak terdapat ragam wujuh dan nadzair seperti dalam kitab al-Itsqan, setelah dipelajari, terdapat sepuluh kata yang mempunyai banyak makna. Kata-kata tersebut adalah: (1) huda, yang mempunyai tujuh belas makna, (2) al-su’u yang mempunyai sebelas arti yang berbeda, (3) al-shalah yang mempunyai sembilan makna, (4) al-rahmah yang mempunyai empat belas makna, (5) al-fitnah yang mempunyai lima belas makna, (6) al-ruh dengan sembilan makna, (7) al-qadha dengan lima belas arti, (8) al-zikru yang mempunyai tujuh belas makna, (9) al-du’a yang mempunyai enam makna, dan (10) al-ihshan dengan tiga makna. Selanjutnya, juga disampaikan kata-kata yang mempunyai makna seragam dengan satu pengecualian, seperti kata al-asaf yang berarti “kesedihan”, dalam satu ayat ia jadi bermakna menjadikan marah.
Namun dalam makalah ini hanya akan dijelaskan mengenai wujuh dengan menggunakan kata al Huda. Seperti yang dikemukakan oleh imam as Syuyuti bahwa kata  al Huda mepunya 17 arti dalam al – qur’an :
1.      Tsabat ( tetap)
اهدنا الصراط المستقيم
Teguhkanlah  Kami jalan yang lurus, ( al – fatihah : 6)

2.      Al bayan (penjelasan)
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Merekalah yang berada dalam penjelasan Tuhan dan mereka akan berhasil (Al-Baqarah: 5)

3.      Ad – din ( agama)
قُلْ إِنَّ الْهُدَى هُدَى اللَّهِ أَنْ يُؤْتَى أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُوتِيتُمْ أَوْ يُحَاجُّوكُمْ عِنْدَ رَبِّكُمْ قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu". Katakanlah: "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui"; “( al – imron : 73 )

4.      Al – iman (keimanan)
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَرَدًّ
Dan Allah akan menamabah keimanan kepada mereka yang telah dikaruniakan iman dan amal kebaikan kekal, dalam pandangan Tuhanmu itulah yang terbaik sebagai pahala dan yang terbaik sebagai tempat kembali (Maryam: 76)

5.      Ad  du’a ( seruan)
وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آَيَةٌ مِنْ رَبِّهِ إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرٌ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ
Dan orang-orang kafir berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya sebuah ayat dari Tuhannya?” Tetapi engkau adalah seorang pemberi peringatan, dan pada setiap golongan ada seorang penyeru (Al-Ra’d: 7)

6.      Ar – Rosul dan Al – kitab
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ 
Kami berfirman, “Turunlah kamu sekalian dari sini, maka apabila datang kepadamu rasul dan kitab Aku, siapa pun mengikuti rasul dan kitab-Ku tak perlu khawatir, tak perlu bersedih (Al-Baqarah: 38)

7.      Al ma’rifah (pengetahuan)
.وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ
Dan rambu-rambu dan dengan bintang-bintang mereka mengetahui. (an - nahl 16)

8.      An Nabisolallohu’alaihi wasalam
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
Mereka yang menyembunyikan segala keterangan (ayat-ayat) dan Nabi yang Kami turunkan setelah dijelaskan dalam kitab kepada manusia, mereka mendapat laknat Allah, dan laknat mereka yang berhak melaknat (Al-Baqarah: 159)

9.      Al – Qur’an
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآَبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى
Itu hanya nama-nama yang kamu buat-buat sendiri-sendiri, kamu dan moyang kamu, Allah tidak memberi kekuasaan itu. Apa yang mereka ikuti hanyalah dugaan dan yang menyenangkan nafsu sendiri! Padahal Al-Qur’an dari Tuhan sudah sampai kepada mereka (Al-Najm: 23)

10.  At – Taurot
وَلَقَدْ آَتَيْنَا مُوسَى الْهُدَى وَأَوْرَثْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ الْكِتَابَ
Dan Sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa; dan Kami wariskan Taurat kepada Bani Israil, (Al-Mukmin: 53)

11.  Al Istirja ( permohonan lindungan)

أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Mereka itulah yang mendapatkan karunia dan rahmat dari Tuhan dan mereka itulah yang memohon perlindungan (Al-Baqarah: 157)

12.  Al – hujjah ( alasan )

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آَتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Tidakkah tergambar olehmu orang yang berdebat dengan Ibrahim tentang Tuhannya karena ia telah diberi kekuasaan? Ibrahim berkata, “Tuhanku Yang menghidupkan dan Yang mematikan.” Ia berkata, “Akulah yang menjadikan hidup dan membuat mati,” Ibrahim berkata, “Tapi Allah yang menyebabkan matahari terbit di timur, terbitkanlah kalau begitu dari barat.” Orang yang ingkar itu terkejut. Allah tidak memberikan alasan kepada orang-orang yang zalim (Al-Baqarah: 258)
13.  At – tauhid ( ajaran keesaan )
وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آَمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Mereka berkata, “Maka akan mengikuti ajaran keesaan bersamamu, tentulah kami akan diusir dari tanah kami.” Bukankah Kami sudah menetapkan bagi mereka tempat yang suci dan aman? Kesana didatangkan segala macam buah-buahan sebagai rezki pemberian Kami. Tetapi kebanyakan mereka tidak tahu. (Al-Qashash: 57)

14.  As – sunnah ( pedoman perilaku )
بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ
Bahkan mereka berkata, “Kami sudah melihat leluhur kami sudah menganut suatu agama, dan kami berpedoman kepada mereka (Al-Zukhruf: 22)

15.  Al – ishlah ( pembenaran )
ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ
Itulah supaya ia tahu bahwa aku tidak mengkhianatinya ketika ia tidak ada, dan Allah tidak membiarkan tipu muslihat para pengkhianat (Yusuf: 52)


16.  Al ilham ( ilham )
قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى
Ia berkata, “Tuhan kamilah yang memberikan segala sesuatu bentuk dan kodratnya, kemudian mengilhaminya. (Thaha: 50)

17.  At taubah

وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاءُ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآَيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ
Dan tetapkanlah untuk kami kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat. Sungguh, kami bertaubat kepada-Mu.” Ia berfirman, “Azab-Ku akan menimpa siapa-siapa yang Ku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Dan akan Kutetapkan (rahmat-Ku) untuk mereka yang bertakwa dan yang mengeluarkan zakat serta mereka yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (Al-A’raf: 157)

2)      Ragam Nadzair dalam Al – qur’an
Contoh Nazha’ir dalam Al-Qur’an adalah kata “al-barru” yang selalu bermakna darat dan “al-bahru” yang selalu bermakna laut, misalnya dalam ayat :
1. QS Al-an’am [6] : 59

وَيَعْلَمُ مَا فِي البَرِّ وَالبَحرِ
Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut
 2. QS Yunus [10] : 22
هُوَالَّذِى يٌسَيِّرُ كُم فِى البَرِّ وَالبَحرِ
Dialah yang memungkinkan kamu menjelajahi daratan dan lautan
3. QS Al-isra’ [17] :70

وَ لَقَد كَرَّمنَ بَنِى أدَمَ وَحَمَلنَهُم فِى البَرِّ وَ البَحرِ
Kami telah memberi kehormatan kepada anak-anak adam, kami lengkapi mereka dengan angkutan di darat dan di laut
Dan contoh lain dalam al Quran pada kata al Buruj
A. Al Buruj [85] : 1
وَالسَّمَأءِ ذَاتِ البُرُوجِ
B. Al Hijr [15] : 16
وَلَقَد جَعَلنَا فِى السَّماَء بُرُجًا وَزَيَّنَّهَا لِلنَّظِرِينَ

C.    Wujuh  Nadzair sebagai Fenomena Kebahasaan

     wujuh sebagai kata merupakan unsur terkecil bahasa yang dimiliki makna dan memiliki banyak pengertian sehingga saat digunakan di berbagai tempat dalam al-Qur’an memiliki makna yang beragam.
     kata dalam wujuh pada dasarnya memiliki sebuah makna yang tetap dan melekat padanya, namun ketika kata tersebut masuk ke dalam sebuah kalimat untuk menunjukkan konteks tertentu dari suatu teks, kata tersebut mengalami perubahan makna sesuai dengan konteks kalimat itu sendiri.
     Makna yang tetap dan melekat padanya itu disebut dengan makna dasar suatu kata. sedangkan makna yang diperoleh dari perkembangannya dan dipahami dalam sistem hubungan bahasa yang digunakan untuk menjelaskan suatu konteks disebut dengan makna relasional.
     Al-Qur’an memiliki kata-kata yang menjadi istilah kunci dalam memahami konsep yang ada di dalamnya. kata-kata itu sendiri tak sederhana karena mempunyai makna dasar masing-masing. namun kata tersebut juga memiliki makna relasional yang memiliki arti penting ketika dirangkai dalam sebuah sistem hubungan.

D.    Wujuh Nazhair sebagai Fenomena Kewahyuan

            Al-Qur’an merupakan kalam ilahi yang dijadikan petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia. untuk menjadi petunjuk yang shahih li kulli zaman wa makan tentu harus dapat dipahaami isinya oleh pembacanya.
            dalam memahami makna yang terkandung dalam kalam Allah tersebut, bermacam upaya dilakukan. meski tak seorang pun dapat mengatakan bahwa apa yang dipahaminya itu adalah maksud sebenarnya dari Allah, tapi ada standar yang dapat dijadikan untuk memperoleh kesepakatan makna, yakni berupa kondisi objektif teks atau firman tertulis dalam bahasa itu sendiri.
            salah satu upaya yang dilakukan untuk memahami ayat al-Qur’an, ulama menciptakan fenomena wujuh  dan Nadzair dalam pembahasan ilmu-ilmu al-Qur’an. fenomena wujuh menunjukkan  bahwa sistem hubungan istilah-istilah kunci dalam al-Qur’an telah membentuk pandangan dunia sebagai cakrawala pemahaman bagi pembacanya dalam usaha memahami kandungannya. sedangkan fenomena nadzair mengindikasikan al-Qur’an sebagai peristiwa kesejarahan yang juga menggunakan kata-kata dengan makna dasar yang diwarisi oleh tradisi saat dan di mana ia diturunkan.
            wujuh juga merupakan fenomena kewahyuan, di mana pembaca akan mendapatkan bahwa ayat al-Qur’an akan menampakkan ‘wajah’nya tergantung dari prespektif dan latar belakang mana ia membacanya.

KESIMPULAN

Wujuh merupakan kata dalam Alquran yang digunakan dalam berbagai tempat dan memiliki tunjukan makna yang sama. Sementara nazhair adalah lafaz yang mempunyai satu makna tertentu yang tetap sekalipun digunakan dalam berbagai tempat. Di sisi lain, al-wujuh wa al-nazhair dipahami sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, hanya saja ia dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Suatu kata dalam Alquran yang terdapat pada beberapa tempat yang beragam merujuk kepada makna yang berbeda. Maka, perbedaan makna itu merupakan wujuh, sementara kata itu sendiri—yang tetap sama pada berbagai tempat—merupakan nazhair.
Wujuh dan Nazha’ir merupakan salah satu kaidah dalam menafsirkan al-Qur’an, karena dengan adanya wujuh dan nazair dapat mempermudah seorang mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga mendapatkan pemahaman yang benar dan sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998.
Hamzah, Muchotob. Studi Al-Qur’an Komperhensif. Yogyakarta: Gama Media, 2003.
Shuyuti, Jalaluddin. Al-Itsqan fi Ulum al-Qur’an Juz 1 Maktabah Syamilah. Pustaka          Ridwana, 2008.
_______, As. Al-Itqon Fi ‘Ulumil Qur’an. Beirut: Darul Fikr, 1979.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar