Pendekatan Kognitif dalam Pembelajaran

Oleh : Kholid Akhmad Muzakki S. Pd. I dan Astri Deliany Nurlestary S. Pd. I

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Proses pendidikan yang dewasa ini lahir dengan istilah pembelajaran, hal ini tentunya memberikan perhatian bersama bagi semua pengamat dan praktisi pendidikan untuk melihat ulang perjalanan pembelajaran yang selama ini berjalan. Telah banyak para ahli serta filosof pendidikan yang telah menghabiskan usia serta waktunya untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan hari ini, tanpa terkecuali adalah guru atau pendidik sebagai praktisi di lapangan. Fenomena yang sering muncul ditengah pendidikan kita di Indonesia adalah mengenai perkembangan peserta didik dan perkembangan seorang pendidik, walau unsur yang lain juga ada namun tidak terlalu muncul dipermukaan.
Seringnya fenomena yang terjadi antara duabelah pihak antara sang guru dan sang murid, memberikan dampak negatif bagi perkembangan ranah kognitif, afektif, dan ranah psikomotornya. Khususnya fenomena ranah kognitif, misal terjadinya mis komunikasi antara siswa dan guru atau sebaliknya antara guru dan siswa. Kedua belah pihak memberikan peluang untuk saling menyoroti ketika para siswa tidak lulus atau tidak memiliki perubahan sama sekali setelah menempuh pembelajaran yang diberikan. Dalam hal ini kita tidak dapat menyalahkan semua pihak, akan tetapi perlu penganalisaan yang tajam untuk menemukan solusi atau langkah yang jelas untuk memperbaiki kekurangan dan kemerosotan pendidikan hari ini.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa hakikat kognitivisme?
2.      Apa saja konsep teori kognitif?
3.      Bagaimana teori kognitif dalam pendidikan dan pembelajaran?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini adalah sebagaimana berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari hakikat kognitivisme.
2.      Untuk mengetahui konsep teori kognitif.
3.      Untuk mengetahui teori kognitif dalam pendidikan dan pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendekatan Kognitivisme
Teori kognitivisme pada hakikatnya adalah teori yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan manusia dalam memahami berbagai pengalamannya sehingga mengandung makna bagi manusia tersebut. Menurut Martini Jamaris, kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam otak pada waktu manusia sedang berpikir. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap perilaku manusia bukan dilakukan berdasarkan hubungan stimulus-respon, akan tetapi berdasarkan proses yang terjadi di dalam pikiran manusia pada waktu menerima informasi, seperti bagaimana informasi tersebut diorganisir, diingat, dan digunakan. Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal), juga teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Kognitivisme meyakini bahwa belajar adalah hasil dari usaha individu dalam memaknai pengalaman-pengalamannya yang berkaitan dengan dunia sekitarnya. Oleh sebab itu belajar adalah proses yang melibatkan individu secara aktif. Untuk melakukan hal tersebut, maka seluruh kemampuan mental digunakan secara optimal. Hal ini tercermin dari cara berpikir yang digunakan individu dalam menghadapi situasi tertentu, selanjutnya harapan-harapan yang dirasakannya mempengaruhi cara ia belajar. Apa yang dipelajari individu sangat tergantung dari apa yang telah diketahuinya, dengan demikian pengetahuan yang ada dalam schemata atau struktur pengetahuan yang tersimpan dalam memori menjadi dasar untuk mempelajari pengetahuan yang baru. Jadi issu sentral yang menjadi perhatian para ahli psikologi kognitif adalah mekanisme yang berlangsung secara internal di dalam pikiran manusia pada waktu manusia berpikir dan proses yang terjadi dalam usaha manusia untuk mengetahui sesuatu yang dipikirkannya.

B.     Tokoh-Tokoh Kognitivisme
1.      Jean Piaget
Piaget adalah seorang psikolog development karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni 1). Asimilasi, 2). Akomodasi, dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
Menurutnya intelegensi terdiri dari tiga aspek yaitu : a), struktur disebut juga dengan scheme yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, b) disebut juga dengan content yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi suatu masalah., c) fungsi; disebut juga function, yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi yaitu fungsi organisasi dan adaptasi, fungsi organsasi berupa kecakapan dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-sistem yang kohern . sedangkan fungsi adaptasi yaitu adaptasi individu dengan lingkungannya. Fungsi adaptasi memiliki dua macam proses komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi, asimilasi yaitu proses penggunaan struktur kemampuan individu untuk menghadapi masalah lingkungannya sedangkan akomodasi adalah proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang berhubungan dengan equilibrium-disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, indivdu akan dapat mencapa tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Adapun pengaplikasiannya dalam belajar: perkembangan kognitif tergantung kepada akomodasi. Siswa harus diberikan suatu area yang belum dia ketahui agar ia tidak belajar dari apa yang diketahuinya saja. Karena dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha untuk dapat merespon terhadap stimuli yang baru sehingga kognitif akan mengalami perubahan atau pertumbuhan.
Menurut Piaget secara garis besar langkah-langkah pembelajaran dalam merancang pembelajaran adalah:
a.       Menentukan tujuan pembelajaran
b.      Memilih materi pembelajaran
c.       Menentukan topik yang dapat dipelajari peserta didik secara aktif
d.      Mementukan dan merancang kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan topic
e.       Menegembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berfikir peserta didik
f.        Melakukan penialaian proses dan hasil belajar peserta didik.
Aplikasi praktisnya dalam pembelajaran menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian proses asimilasi (informasi lama disatukan sehingga menyatu dengan informasi baru), dan akomodasi (mengubah atau membentuk) pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

2.      Jerome Bruner
Menurut Bruner proses perkembangan kognitif berlangsung sejalan dengan perkembangan anak, dalam masa ini terjadi beberapa transisi perkembengan kognitif. Perkembangan kognitif menurutnya adalah perkembangan kemampuan berpikir yang berlangsung secara setahap demi setahap. Pengembangan kemampuan berpikir tersebut memerlukan interaksi anak dengan lingkungannya, yang disebutnya sebagai interaksi antara kemampuan yang ada dalam diri manusia dengan lingkungan disekitarnya dan berlangsung dalam waktu yang panjang. Hal ini disebabkan karena proses perkembangan kemampuan berpikir berlangsung sejalan dengan proses belajar. Dalam hal ini melalui proses belajar, anak secara perlahan dan terus menerus mengorganisasi lingkungannya ke dalam berbagai unit yang bermakna. Proses ini disebut Bruner sebagai proses konseptualisasi dan kategorisasi konsep yang tersusun dalam memori. Teori kognitif Burner bertitik tolak pada teroi belajar kognitif yang menyatakan belajar dalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan ini tidak perlu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif ini adalah setiap orang memiliki pengetahuan dan pengalaman di dalam dirinya. Pengetahuan dan pengalaman ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh peserta didik. Salah satu teori belajar kognitifisme yang berkembang adalah free discovery learning.
Discovery learning yaitu murid mengorganisasi bahan yang akan dipelajari dengan sat bentuk akhir. Banyak pendapat yang mendukung discovery learning diantaranya adalah J. Dewey (1933), ia mengemukakan bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Untuk dapat mengembangkan program pengajaran kepada anak muda, burner mengemukakan bahwa metode penyajian bahan dengan cara anak dapat mempelajari bahan tersebut harus dikoordinasikan sesuai dengan tingkat kemajuan anak.
Menurut burner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah enaktif, perserta didik melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usaha memahami lingkungan. Peserta didik melakukan observasi dengan cara mengalami secara langsung suatu reallitas. Tahap kedua adalah tahap ikonik, eserya didik melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga adalah tahap simbolik, peserta didik mempuntai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika serta komunikasi dilakukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa seseorang sistem simbol ini akan semakin dominan.
Menurut burner untuk belajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai peserta didik mencapai tahap perkembangan tertentu. Perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan belajar yng akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran dalam merancang pembelajaran menurut Burner adalah:
a.       Menentukan tujuan pembelajaran
b.      Melakukan identifikasi karakter peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan sebagainya)
c.       Memilih materi pembelajaran
d.      Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari pserta didik secara induktif
e.       Mengembangkan bahan belajar berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari dari yang sederhana ke kompleks, dari yang kongkrit sampai yang abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, ke simbolik.
f.        Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

3.      David Ausebel
Menurut Ausebel belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan secara non arbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Menurut Reilly dan Lewis (1983) ada dua persyaratan untuk membuat materi pelajaran bermakna, yaitu: a) pilih materi yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu, b) diberikan dalam situsi belajar yang bermakna.
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, pertanyaan-pertanyaan dll.
b.      Memilih materi kunci lal penyajiannya diatur mulai dengan contoh-contoh konkret.
c.       Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi baru itu.
d.      Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari
e.       Membelajarkan peserta didik memahami konsep dan prinsip-pprinsip yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan – hubungan yang ada.

C.    Langkah-Langkah Pembelajaran Dengan Pendekatan Kognitivisme
Pengolahan informasi merupakan salah satu bentuk pendekatan berdasarkan kognitivisme. Pendekatan ini, memandang proses belajar yang terjadi dalam diri individu sebagai suatu proses penerimaan informasi. Hal ini dapat dianalogikan dengan proses yang terjadi dalam komputer. Belajar dimulai dari input yang datang dari lingkungan, diterima oleh pancaindra, kemudian diproses dan disimpan di dalam memori, dan output dari pembelajaran adalah berbagai kemampuan atau kompetensi.
Pada dasarnya proses pengolahan informasi adalah usaha pencarian makna yang dapat menjelaskan hubungan antara stimulus yang ditangkap oleh pancaindra atau input, yang dilihat, didengar, dirasa, dicium, dan disentuh dengan respon atau output yang sesuai.
Secara terperinci dapat dijelaskan bahwa komponen penerimaan informasi terdiri dari:
1.      Penerimaan input sensori dipengaruhi oleh orientasi individu yaitu hal-hal yang berkaitan dengan penerimaan dan pemilihan input sensori yang akan diperhatikannya.
2.      Mengorganisasi pola ingatan dan schemata yang berkaitan dengan pemilihan input sensori yang menjadi perhatian. Schemata adalah struktur pengetahuan yang disimpan dalam ingatan.
3.      Dalam mengorganisasi pola ingatan, ingatan jangka panjang merupakan sumber informasi yang dibutuhkan, yang diwujudkan dalam bentuk mengingat kembali informasi yang berkaitan dengan pengetahuan, perasaan, dan keterampilan yang dicari untuk disusun kembali sesuai dengan kebutuhan.
4.      Hasil penyusunan tersebut menjadi ingatan aktif yang digunakan untuk memberikan respon yang sesuai.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengolahan atau pemerosesan informasi berkaitan dengan cara yang digunakan oleh individu dalam memproses informasi yang diterimanya dari lingkungannya, proses mengirimkan informasi tersebut ke dalam pikirannya, mengolah dan menyimpan informasi menjadi ingatan, mentransformasikan serta memanggil kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatan, dan menjadikannya ingatan aktif yang digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi individu tersebut.
Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pendidikan dan pembelajaran, yaitu guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda kongkrit, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. Jadi dalam kegiatan pembelajaran guru lebih memusatkan perhatian siswa kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.
Pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan metode kognitivisme ini adalah:
1.      Pelajaran dimulai dengan penyajian mufradat yang berhubungan dengan kepribadian
2.      Guru menjelaskan bagaimana cara membentuk kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, juga dengan memakai gambar sebagai alat peraga. Penjelasan tata bahasa menggunakan bahasa ibu, kemudian dilanjutkan dengan bahasa Arab
3.      Kemudian para siswa memperlihatkan pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip penggunaan kata dengan mengerjakan latihan
4.      Dalam rencana pembelajaran ini melibatkan kegiatan penerapan. Di sini dikembangkan ekspresi diri sendiri, menggunakan struktur dan mufradat.

D.    Kekuatan dan Kelemahan Pendekatan Kognitif
Diantara bentuk kekuatan pendekatan kognitif adalah:
1.      Dengan prinsip (Language Acquisition Device), kepercayaan diri siswa dalam mempelajari bahasa Arab akan terbangun dan terkesan mudah, dan ini dapat menjadi motivasi bagi siswa dalam pembelajaran. Karena guru dalam teknik pembelajarannya berpijak pada asumsi bahwa setiap siswa memiliki alat penerimaan bahasa dan kesemestaan bahasa, yang memudahkannya untuk mempelajari bahasa Asing (Arab).
2.      Bagi umat muslim –seperti siswa Madrasah Aliyah di Indonesia– pembelajaran bahasa Arab dengan pendekatan ini akan lebih membantu untuk sampai pada tujuan pembelajaran; yakni memahami literatur wawasan keilmuan dan sosial keagamaan yang berbahasa Arab;
3.      Pembelajaran bahasa Arab dapat dilakukan oleh guru yang kemampuannya konteks komunikatif dan budaya Arab minimal. Dibandingkan dengan guru yang mengajar dengan menggunakan pendekatan komunikatif. Di samping itu beban penciptaan bi’ah lugawiyah juga tidak menjadi keharusan, mengingat kemampuan berbicara siswa hanya ditekankan untuk mendukung kemampuan mereka dalam memahami makna teks bacaan dan hubungan dengan konteks kebahasaannya.

Sedangkan kelemahan dari pendekatan ini adalah:
1.      Teori ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan
2.      Sulit untuk dipraktikkan di tingkat lanjut
3.      Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

BAB III
SIMPULAN DAN PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal), juga Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
2.      Tokoh tokoh aliran kognitif ini adalah Piaget yang memandang bahwa proses belajar seeorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Ia juga mengemukakan bahwa perkembangan intelektual seseorang menunjukkan bahwa semakin tinggi tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berfikirnya. Burner melihat bahwa belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman. Salah sat teori Burner yang berkembang adalah free discovery learning. Ausebel memandang bahwa belajar haruslah bermakna, pembelajaran bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat pada struktur kognitif peserta didik

B.     Penutup
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan senantiasa diberikan kemudahan oleh Allah SWT. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami senantiasa meminta saran dan kritik yang sifatnya membangun  kepada semua pihak guna kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat khususnya kepada penulis dan umumnya bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Jamaris, Martini, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta: Yayasan Penamas Murni, 2010
Warsita, Bambang, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2008
Suciati dan Irawan Prasetya, Teori Belajar dan Motivasi, Jakarta: Depdiknas, Ditjen PT PAU-UT, 2001
Mustofa, Bisri dan Abdul Hamid, Metode dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN- MALIKI PRESS, 2011

al-‘Arabiy, Shalah Abdul Majid, Ta’allum al-Lughat al-Hayyah Wa Ta’limuha: Baina al-Nazariyat Wa al-Tathbiq, Beirut: Maktabah Lubnan, Cet. 1, 1981


FILE ASLI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar